KAMPANYE CAWA LAMPUNG

Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Masyarakat Lampung (PERMALA) mengajak  kepada masyarakat lampung untuk memberikan dukungan dalam  rangka melestarikan bahasa lampung. Dengan tema “WAJIB CAWA LAMPUNG” untuk memberikan dukungan silahkan isi formulir dibawah ini :

yang sudah memberikan dukuang bisa dilihat   DIJA

Contac person : Hendrawan Telp 0721 3522001 HP : 0812 79520001

Dimohon untuk memberikan identitas jelas, dari para pendukung akan diundang untuk memberikan langsung dukuangan kepada pemerintah daerah Lampung

 Terima kasih

Nama
Alamat
No. Telp/HP
Isi Dukungan
Photo
Email address
Verifikasi Kode
Please enter the text from the image:
[ ulangi ] [ Apa ini? ]

Tuesday, September 8, 2009

Harapan Baru Rakyat

Diawali dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah model penetapan calon terpilih menjadi dengan suara terbanyak. Karena keputusan ini ditetapkan di tengah perjalanan pemilu yang sedang berlangsung, menimbulkan implikasi yang cukup luas. Dampak yang paling terlihat adalah konflik internal partai (sesama caleg). Proses tahapan pemilu kembali mengalami perdebatan ketika muncul keputusan Mahkamah Agung (MA) dalam hal penetapan perolehan kursi yang berbeda dengan model yang digunakan oleh KPU.
Tentu perlu koreksi yang komprehensif untuk pemilu berikutnya. Regulasi yang pasti, penyelenggara yang mempunyai kapabilitas dan waktu yang cukup menjadi syarat mutlak untuk kesuksesan pemilu yang akan datang. Terlepas dari segala persoalan yang terjadi, tentu hasil pemilu ini perlu mendapatkan apresiasi. Selain legitimasi formal, hasil pemilu ini juga sebuah legitimasi moral kepada partai politik dan caleg terpilih.

Sebagai bagian dari legitimasi formal tersebut adalah telah dan akan dilantiknya para legislator terpilih tersebut. Secara bergelombang di seluruh DPRD kabupaten dan kota telah dilantik. Kemudian diikuti oleh DPRD provinsi dan berikutnya DPD serta DPR. Pelantikan legislator periode 2009--2014 ini juga sekaligus menandai berakhirnya masa bakti legislatif periode 2004--2009.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya tentu kita patut memberikan apresiasi dan penghargaan atas dedikasi legislator periode yang lalu tersebut. Paling tidak mereka telah mencatatkan diri dalam tinta sejarah atas kinerjanya dengan segala tantangannya pada masa kerja tersebut. Harapan baru kini ada pada legislator yang sudah dan akan dilantik tersebut.

Kalau kita telusuri jejak kinerja lembaga legislatif utamanya pascareformasi tentu mengalami beberapa variasi. Hal ini bisa dilihat dari Pemilu 1999 dan 2004.

Pertama bisa dilihat dari pola hubungan antara eksekutif dan legislatif. Produk Pemilu 1999 pada waktu itu menghasilkan legislatif yang sangat kuat, bahkan cenderung dominan utamanya dalam pola hubungan dengan eksekutif. Legislatif dengan begitu mudah menekan eksekutif baik karena kepentingan politik maupun kepentingan pragmatis para legislator. Selain karena eksekutif dipilih oleh legislatif, regulasi yang ada pada waktu itu juga memungkinkan seorang kepala daerah diturunkan di tengah masa jabatannya oleh legislatif. Produk Pemilu 2004 memberikan suasana yang berbeda juga terhadap kondisi secara umum lembaga legislatif.

Sejak tahun 2005 kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) juga dipilih melalui pilkada secara langsung oleh rakyat, maka menghasilkan posisi politik yang tak kalah kuatnya dengan legislatif. Regulasi yang ada pun tidak memberikan keleluasaan yang lebih bagi legislatif untuk menjatuhkan eksekutif. Bahkan menimbulkan kecendrungan eksekutif yang lebih kuat.

Kedua, dapat dilihat dari aspek efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenang legislatif melalui tiga fungsinya yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi ini relatif berjalan kurang efektif. Dengan kompetensi yang kurang memadai serta komitmen yang rendah, legislatif cenderung tidak produktif dan tidak efektif dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut.

Ketiga, berbagai perilaku negatif yang kemudian menimbulkan implikasi munculnya citra yang tidak baik terhadap institusi legislatif. Berbagai perbuatan asusila, tersangkut kasus korupsi, malas, cenderung menghamburkan uang negara yang tidak berdampak pada pada kinerja yang semakin baik (misal studi banding), serta berbagai stigma lainnya.

Keempat, adanya jarak yang lebar antara legislator dengan konstituen yang telah memilih mereka pada pemilu. Pemilih, setelah pemilu relatif tidak memiliki akses komunikasi kepada para legislator. Selain tidak jelasnya komitmen dalam menepati berbagai janji, hampir sangat sulit bagi konstituen untuk menyalurkan berbagai aspirasi yang menjadi kehendak mereka. Berbagai kondisi inilah yang harus dijawab dengan pasti oleh legislator periode 2009--2014 yang akan datang.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran perlu satu terobosan baru untuk mendorong munculnya kinerja yang produktif dan efektif. Dengan latar belakang akademik yang bervariasi, pengalaman, pengetahuan yang berbeda tentu akan sulit bagi para legislator untuk menjalankan fungsi tersebut jika tidak ada terobosan dan komitmen yang kuat. Karena legislatif akan berhadapan dengan eksekutif (birokrasi) yang memiliki tingkat penguasaan yang relatif memadai dalam tugasnya berkaitan dengan fungsi legilatif tersebut.

Paling tidak birokrasi memahami betul seluk beluk proses pengelolaan pemerintahan daerah. Salah satu yang bisa dilakukan legislatif adalah dengan memanfaatkan sistem pendukung yang memadai, misal tenga ahli pada alat kelengkapan Dewan maupun fraksi. Serta sarana pendukung lainnya. Publik harus mendukung hal tersebut ketika dalam pengadaan sistem pendukung tersebut membutuhkan anggaran daerah.

Khusus untuk fungsi legislasi perlu upaya peningkatan produktivitas dalam pembuatan peraturan daerah. Perda bisa mendorong munculnya berbagai regulasi dalam skala lokal yang mempunyai dampak untuk penataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek. Sedangkan dalam fungsi anggaran dan pengawasan legislatif harus menjalankan upaya check and balances dengan baik. Secara cermat melakukan koreksi, penyempurnaan bahkan menyiapkan konsep alternatif terhadap berbagai program yang diajukan oleh eksekutif.

Fungsi pengawasan yang berdimensi luas harus jadi sarana untuk meluruskan kebijakan daerah, serta perbaikan pengelolaan program pembangunan. Harapannya dengan perubahan model kerja tersebut, legislatif mampu menjadi mitra yang kritis dan kritis serta penyeimbang terhadap kekuasaan eksekutif. Kita berharap akan muncul berbagai perdebatan gagasan, baik dalam legislatif maupun dengan eksekutif. Mudah-mudahan itu upaya untuk menghapus berbagai citra negatif atas buruknya kinerja legislatif.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pola hubungan dengan konstituen. Para legislator harus membuat satu formula sehingga ada komunikasi dua arah yang baik dengan konstituen. Legislator harus mengatur secara berkala untuk mensosialisasikan kinerjanya selama periode tertentu pada konstituen. Serta juga secara proaktif menyerap berbagai aspirasi yang menjadi kehendak konsituen. Pola ini penting dilakukan untuk membangun kepercayaan publik terhadap partai politik yang cenderung semakin menurun. Ketika semua legislator dari berbagai partai politik berkomitmen untuk membangun tradisi tersebut kelak akan menguatkan partisipasi publik dalam berbagai agenda politik.

Sekali lagi, selamat berjuang para legislator pilihan rakyat di gelanggang yang penuh tantangan, godaan dan harapan. Seperti dua sisi pisau, jika gegabah maka akan melukai diri sendiri. Buktikan legislator baru itu akan membawa harapan baru menjadi kenyataan. Anda pasti bisa.

No comments:

Post a Comment